red star

Rabu, 13 April 2011

Yahudi,Nasrani,dan Islam : Sama tapi Beda

Yahudi, Nasrani, dan Islam itu sama…tapi beda. Persamaan ketiga agama ini setidaknya diakui oleh tokoh Yahudi dan Nasrani pada masa Nabi Muhammad SAW masih hidup.



Yahudi dan Islam itu sama tapi beda
Diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa ketika turun ayat 85 surat Ali Imran,“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”, berkatalah orang-orang Yahudi kepada Nabi Muhammad SAW, “Sebenarnya kami ini muslimin (orang-orang Islam)”.

Mendengar ungkapan kaum Yahudi tersebut, Nabi Muhammad bersabda: “Allah telah mewajibkan kaum muslimin berhaji ke Baitullah”. Orang-orang Yahudi itu menyanggah: “Tidak diwajibkan (berhaji ke baitullah) kepada kami”.
Saat itu turunlah firman Allah SWT,
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim barangsiapa memasukinya (Baitullah) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran: 96-97).
Nasrani dan Islam itu sama tapi beda
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam kitab At-Thabaqat yang bersumber dari al-Azraq bin Qais, bahwa ketika Uskup Najran dan wakilnya menemui Nabi Muhammad SAW dan mendengar penjelasan beliau tentang agama Islam, mereka berkata: “Kami telah lebih dahulu masuk Islam sebelum Anda”.
Nabi SAW bersabda: “Kalian telah berdusta, karena ada tiga hal yang menghalangi kalian masuk Islam, yaitu: Kalian mengatakan bahwa Tuhan mempunyai anak; Kalian makan daging babi; dan Kalian bersujud kepada patung”.
Kedua orang Nasrani itu bertanya: “Kalau begitu siapakah bapaknya Isa?”. Pada saat itu Rasulullah SAW tidak mengetahui bagaimana harus menjawabnya. Maka turunlah firman Allah SWT sebagai tuntunan kepada Rasulullah untuk menjawabnya:
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, Kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), Maka jadilah dia. (apa yang telah kami ceritakan itu), Itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, Karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.” (QS. Ali Imran: 59-60).
Setelah mendengar firman Allah SWT ini, Uskup Najran dan wakilnya ini tetap merasa ragu dan membantahnya. Maka turunlah firman Allah SWT selanjutnya,
“Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka Katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; Kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. Sesungguhnya Ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan Sesungguhnya Allah, dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran: 61-62).
Muhammad SAW mengajak utusan Nasrani Najran itu melakukan mubahalah, yakni masing-masing pihak diantara orang-orang yang berbeda pendapat berdo’a kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, agar Allah menjatuhkan la’nat kepada pihak yang berdusta, tetapi mereka tidak berani dan memilih membayar jizyah (sejenis pajak untuk jaminan perlindungan) sebagai tanda tunduk kepada pemerintahan Madinah. Ini menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW.
*****
Yahudi, Nasrani, dan Islam itu memiliki persamaan karena satu rumpun, sama-sama agama langit yang bersumber dari firman Allah. Hanya saja dalam perkembangannya—menurut pandangan Islam—ajaran agama yang dianut Yahudi dan Nasrani telah terkontaminasi.
Kaum Yahudi menganut aqidah tauhid sebagaimana kaum muslimin, tetapi fanatisme kelompok telah menghalangi mereka beriman kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul terakhir. Padahal mereka telah mengetahui nama dan tanda-tandanya dari kitab yang ada pada mereka.
Berkenaan dengan hal ini Ibnu Hatim meriwayatkan berita dari Sa’id atau Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas—sahabat Nabi SAW: Dahulu—sebelum Islam masuk ke Yastrib / Madinah—kaum Yahudi selalu berdo’a memohon pertolongan kepada Allah dengan menyebut-nyebut nama Muhammad sebagai Rasul terakhir yang disebutkan dalam kitab mereka agar dapat mengalahkan kaum Aus dan kaum Khazraj.
Akan tetapi setelah Allah mengutus Rasul dari kalangan bangsa Arab, mereka kufur kepadanya, dan mereka ingkari apa yang mereka katakan tentang Muhammad SAW sebelumnya. Oleh karena itu Muadz bin Jabal, Bisyr ibnul Barra dan Dawud bin Salamah mengingatkan mereka: “Wahai kaum Yahudi! Takutlah kalian kepada Allah dan masuk Islamlah kalian, karena kalian dahulu telah minta pertolongan kepada Allah memakai nama Muhammad untuk mengalahkan kami, di saat kami musyrik (belum masuk Islam). Kalian memberi kabar bahwa sesungguhnya Muhammad akan diutus, dan kamu mengemukakan sifat-sifat Muhammad dengan sifat yang ada padanya”.
Berkatalah tokoh Yahudi Bani Nadhir yang bernama Salam bin Masykam, “Dia (Muhammad) tidak memenuhi sifat-sifat yang kami kenal, dan dia bukan yang kami terangkan kepadamu”.
Saat itulah Allah SWT menurunkan firman-Nya:
“Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.”(QS. Al-Baqarah: 89).
Sedangkan penyimpangan Nasrani menurut pandangan Islam adalah mencakup tiga hal:
  1. Penyimpangan dalam konsep ketuhanan, ditandai dengan keyakinan bahwa Isa / Yesus adalah anak Allah dan menjadikannya salah satu oknum dalam trinitas.
  2. Penyimpangan dalam syariat, ditandai dengan menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah. Contoh: membolehkan memakan daging babi.
  3. Penyimpangan dalam peribadatan, ditandai dengan melakukan tata cara peribadatan yang tidak diperintahkan Allah. Contoh: berdo’a, tunduk, atau sujud di hadapan patung.
Demikianlah, semoga kedamaian dan kesejahteraan selalu tercurah kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk Allah.

Kamis, 07 April 2011

Kisah Nabi Musa dengan Nabi Khidir 'alaihimassalam (Bagian-2)

Kemudian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:"Orang pertama (yang melubangi perahu) adalah Musa 'alaihissalam karena lupa. Lalu, datanglah seekor burung pipit hinggap di pinggir perahu dan minum dengan satu atau dua patukan ke laut. Maka, Khidir 'alaihissalam berkata kepada Musa 'alaihissalam:'Tidaklah ilmuku dan ilmumu jika dibandingkan dengan ilmu Allah, melainkan seperti air yang diminum oleh burung pipit ini dari air laut.'"
Kemudian keduanya keluar dari perahu. Ketika keduanya sedang berjalan di tepi pantai, Khidir melihat seorang anak sedang bermain dengan anak-anak yang lain. Maka, Khidir 'alaihissalam'alaihissalam berkata kepadanya: memegang kepala anak tersebut lalu mematahknnya dan membunuhnya. Maka Musa

… قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَّقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُّكْرًا {74} قَالَ أَلَمْ أَقُل لَّكَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِىَ صَبْرًا {75}
"…Musa berkata:"Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar". Khidhr berkata:"Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku."(QS. Al-Kahfi: 74-75)
Yang kedua ini lebih parah dari yang pertama.

قَالَ إِن سَأَلْتُكَ عَن شَىْءٍ بَعْدَهَا فَلاَ تُصَاحِبْنِي قَدْ بَلَغْتَ مِن لَّدُنِّي عُذْرًا {76} فَانطَلَقَا حَتَّى إِذَآ أَتَيَآ أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَآ أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَن يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَن يَنقَضَّ فَأَقَامَهُ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا {77}
"Musa berkata:"Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku". Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh…."(QS. Al-Kahfi: 76-77)
Yakni, miring. Lalu Khidir 'alaihissalam berdiri, dan kemudian:

...فَأَقَامَهُ ... {77}
"……Maka Khidhir menegakkan dinding itu…."(QS. Al-Kahfi: 77)
Dengan tangannya. Selanjutnya, Musa 'alaihissalam berkata:' Kita telah mendatangi suatu kaum tetapi mereka tidak mau menjamu kita dan tidak pula menyambut kita.

.... لَوْ شِئْتَ لَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا {77}
"…Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu."(QS. Al-Kahfi: 77)
Sampai pada firman-Nya:

.... ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَالَمْ تَسْطِعْ عَّلَيْهِ صَبْرًا {82}
"…Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya."(QS. Al-Kahfi: 82)
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:"Kita berharap, andai saja Musa 'alaihissalam bisa bersabar sehingga Allah Subhanahu wa Ta'ala mengisahkan berita mereka keduaya kepada kita."
Sa'id bin Jubair rahimahullah menceritakan, Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma membaca:" Wa Kaana amamuhum malikun ya'khudzu kulla safiinatin shaalihatin ghashban (Dan di hadapan mereka terdapat seorang raja yang mengambil tiap-tiap bahtera yang baik/bagus dengan cara merampas )."
Dia juga membaca:" Wa ammal ghulaamu fakaana kaafiran wa kaana abawahu mu'minain (Dan adapun anak itu adalah seorang anak yang kafir, sedang kedua orang tuanya adalah Mukmin)."
Kami telah memaparkan jalan-jalan hadits ini dan juga lafazhnya di dalam tafsir surat al-Kahfi, Wal hamdulillah.
Dan firman-Nya:

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلاَمَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا ... {82}
"Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua …" (QS. Al-Kahfi: 82)
Yaitu, lempengan emas yang di dalamnya tertulis ilmu pengetahuan. Firman-Nya:

… وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا ... {82}
"…Sedang ayahnya adalah seorang yang shalih…." (QS. Al-Kahfi: 82)
Di dalamnya terdapat petunjuk yang menunjukkan bahwa orang shalih itu selalu memelihara dan menjaga anak keturunannya. Hanya Allah yang menjadi tempat meminta pertolongan. Firman-Nya:

.... رَحْمَةً مِن رَّبِّكَ ... {82}
"…Sebagai rahmat dari Rabbmu..." (QS. Al-Kahfi: 82)
Hal itu menunjukkan bahwasanya dia (Khidir) 'alaihissalam adalah seorang Nabi. Dan dia tidak berbuat sesuatu berdasarkan keinginan pribadi melainkan atas perintah Rabbnya. Sehingga dengan demikian, dia adalah seorang Nabi.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

[وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَـقَ النَّبِيِّيْنَ لَمَآ ءَاتَيْتُكُم مِّن كِتَـبٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مُّصَدِّقٌ لِّمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنصُرُنَّهُ قَالَ ءَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذلِكُمْ إِصْرِى قَالُواْ أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُواْ وَأَنَاْ مَعَكُمْ مِّنَ الشَّـهِدِينَ ]
"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya." Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" Mereka menjawab: "Kami mengakui." Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu." (QS. Ali 'Imran: 81)
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengambil janji kepada setiap Nabi untuk beriman kepada Nabi yang datang setelahnya dan menolongnya. Dan, hal itu mengharuskan pula keimanan mereka kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, karena beliau merupakan penutup para Nabi, sehingga setiap Nabi yang mengetahuinya harus beriman kepadanya dan menolongnya. Seandainya Khidir 'alaihissalam hidup pada zaman beliau shallallahu 'alaihi wasallam, pasti ia akan mengikutinya, bergabung dan menolongnya, dan dia akan berada di antara pasukan yang membawa bendera Islam pada saat terjadi perang Badar, sebagaimana di dalamnya terdapat Jibril dan para Malaikat yang mulia.
Kesimpulan yang mengatakan bahwa Khidir 'alaihissalam adalah Nabi merupakan suatu yang benar, atau seorang Rasul, atau Malaikat seperti yang disebutkan. Maka, apa pun kedudukannya, JIbril adalah pemimpin para Malaikat dan Musa 'alaihissalam adalah lebih mulia daripada Khidir 'alaihissalam. Seandainya dia masih hidup, maka dia harus beriman kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan menolongnya. Dan yang lebih baik dan selamat adalah mengkategorikan Khidir dalam universalitas pengutusan.
Tidak ada hadits yang berstatus hasan maupun dha'if yang dijadikan sandaran bagi pendapat yang menyatakan bahwa Khidir datang kepada Nabi Musa 'alaihissalam atau berkumpul dengannya. Adapun penyebutan hadits ta'ziyah dalam masalah ini tidak tepat karena sanad hadits tersebut dha'if, bahkan maudhu' (menurut syaikh Salim al-Hilali hafizhahullah). Wallahu a'lam
(Sumber: Kisah Shahih Para Nabi, Syaikh Salim al-Hilali hafizhahullah, edisi Indonesia. Pustaka Imam asy-Syafi’i hal 248-252 dengan sedikit gubahan.

Kisah Nabi Musa dengan Nabi Khidir 'alaihimassalam (Bagian-1)


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لآأَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا {60} فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا {61} فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ ءَاتِنَا غَدَآءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا {62} قَالَ أَرَءَيْتَ إِذْ أَوَيْنَآ إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَآأَنسَانِيهُ إِلاَّ الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا {63} قَالَ ذَلِكَ مَاكُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى ءَاثَارِهِمَا قَصَصًا {64} فَوَجَدَ عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَآ ءَاتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْمًا {65} قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَن تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتُ رُشْدًا {66} قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا {67} وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَالَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا {68} قَالَ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللهُ صَابِرًا وَلآأَعْصِي لَكَ أَمْرًا {69} قَالَ فَإِن اتَّبَعْتَنِي فَلاَ تَسْئَلْنِي عَن شَىْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا {70} فَانطَلَقَا حَتَّى إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا {71} قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِىَ صَبْرًا {72} قَالَ لاَتُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلاَتُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا {37} فَانطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا غُلاَمًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَّقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُّكْرًا {74} قَالَ أَلَمْ أَقُل لَّكَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِىَ صَبْرًا {75} قَالَ إِن سَأَلْتُكَ عَن شَىْءٍ بَعْدَهَا فَلاَ تُصَاحِبْنِي قَدْ بَلَغْتَ مِن لَّدُنِّي عُذْرًا {76} فَانطَلَقَا حَتَّى إِذَآ أَتَيَآ أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَآ أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَن يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَن يَنقَضَّ فَأَقَامَهُ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا {77} قَالَ هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَالَمْ تَسْتَطِعْ عَّلَيْهِ صَبْرًا {78} أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدتُّ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا {79} وَأَمَّا الْغُلاَمُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَآ أَن يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا {80} فَأَرَدْنَآ أَن يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا {71} وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلاَمَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَن يَبْلُغَآ أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِن رَّبِّكَ وَمَافَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَالَمْ تَسْطِعْ عَّلَيْهِ صَبْرًا {82}
”Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada (muridnya):"Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun. Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya:"Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini". Muridnya menjawab:"Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali". Musa berkata:"Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada Khidhr:"Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu" Dia menjawab:"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu"Musa berkata:"Insya Allah kamu akan mendapatkanku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun". Dia berkata:"Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tetang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu". Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidihr melobanginya. Musa berkata:"Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya" Sesungguhnya kamu telah berbuat kesalahan yang besar. Dia (Khidhr) berkata:"Bukankah aku telah berkata:"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku" Musa berkata:"Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku". Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidihr membunuhnya. Musa berkata:"Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar". Khidhr berkata:"Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku" Musa berkata:"Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku". Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata:"Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu". Khidihr berkata:"Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena dihadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mu'min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anak itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanan itu, sebagai rahmat dari Rabbmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya." (QS. Al-Kahfi: 60-82)
Sebagian Ahlul Kitab menyebutkan bahwa Musa 'alaihissalam yang berangkat menemui Khidir adalah Musa bin Mansa bin Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim al-Khalil. Kemudian hal itu oleh sebagian orang mengambil sumber dari shuhuf mereka dan menukil dari kitab-kitab mereka, di antaranya Nauf bin Fadhalah al-Humairi as-Syami al-Bikali, anak dari isteri Ka’ab al-Ahbar. Namun, yang benar menurut redaksi ayat al-Qur’an dan nash hadits adalah Musa bin ’Imran 'alaihissalam.
Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair rahimahullah, dia bercerita, aku pernah bertanya kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu'anhuma:”Nauf al-Bikali mengatakan bahwa Musa, sahabat Khidir itu bukanlah sahabat Bani Istail.” Ibnu ‘Abbas radhiyallahu'anhuma pun menjawab:”Musuh Allah itu telah berdusta.”
Ubay bin Ka'ab pernah memberitahukan kami bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:"Sesungguhnya, Musa 'alaihissalam pernah berdiri seraya memberikan ceramah kepada Bani Israil, lalu ditanya:' Siapakah orang yang paling berilmu?' Dia menjawab:'Aku.' Lalu, Allah Subhanahu wa Ta'ala mewahyukan kepadanya:'Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba yang berada di dua pertemuan laut, yang dia lebih berilmu dari pada kamu.' Musa 'alaihissalam berkata:'Ya Rabbku, bagaimana aku bisa menemuinya?' Dia Subhanahu wa Ta'ala berfirman:'Pergilah dengan membawa seekor ikan besar dan letakanlah dia di keranjang. Di mana ikan itu hilang, disitulah Khidir berada.' Musa 'alaihissalam mengambil seekor ikan besar dan meletakannya di keranjang. Lalu pergi bersama seorang pemuda bernama Yusya' bin Nun. Hingga ketika keduanya sampai di batu besar keduanya merebahkan kepalanya di sana hingga akhirnya tertidur. Ikan besar itu bergerak-gerak di dalam keranjang hingga akhirnya keluar dan terjatuh ke dalam laut, lalu berenang di dalamnya. Tetapi Allah Subhanahu wa Ta'ala menahan arus air laut agar ikan itu tidak hanyut terbawa arus. Ketika terbangun, Shahabat Nabi Musa 'alaihissalam lupa memberitahu Musa tentang ikan besar itu. Kemudian mereka terus berjalan meneruskan sisa siang dan malamnya, hingga keesokan harinya, Musa 'alaihissalam berkata kepada pemuda itu:

… ءَاتِنَا غَدَآءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا {62}
”…Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini." (QS. Al-Kahfi: 62)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan:"Musa 'alaihissalam tidak merasa kelelahan sehingga dia berhasil mencapai tempat yang ditujukkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka Shahabatnya berkata kepadanya:

...أَرَءَيْتَ إِذْ أَوَيْنَآ إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَآأَنسَانِيهُ إِلاَّ الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا {63}
”… Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali."(QS. Al-Kahfi: 63)
Beliau berkata:"Ikan itu medapatkan jalan keluar dan kejadian itu bagi Musa 'alaihissalam dan Shahabatnya adalah suatu keajaiban. Maka Musa 'alaihissalam berkata kepadanya:
قَالَ ذَلِكَ مَاكُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى ءَاثَارِهِمَا قَصَصًا {64}
” Itulah (tempat) yang kita cari." Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula." (QS. Al-Kahfi: 64)
Lebih lanjut, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan:"Kemudian mereka berdua kembali lagi mengikuti jejak mereka semula hingga akhirnya sampai di batu karang. Tiba-tiba dia mendapatkan seorang dengan mengenakan pakaian rapi, lalu Musa 'alaihissalam mengucapkan salam kepadanya. Khidir 'alaihissalam berkata:'Sesungguhnya aku mendapatkan kedamaian di negerimu ini.' Musa berkata:'Aku Musa.' Khidir bertanya:'Musa dari Bani Israil?' Musa 'alaihissalam menjawab:'Ya. Aku datang kepadamu supaya engkau mengajarkan kepadaku apa yang engkau ketahui.' Khidir menjawab:

قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا {67}
” Dia menjawab:"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku." (QS. Al-Kahfi: 67)
Hai Musa, aku mengetahui sebagian dari ilmu Allah. Dia mengajariku hal-hal yang tidak engkau ketahui. Dan engkau pun mengetahui sebagian ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang aku tidak memilikinya.' Musa 'alaihissalam berkata:

قَالَ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللهُ صَابِرًا وَلآأَعْصِي لَكَ أَمْرًا {69}
” Musa berkata:"Insya Allah kamu akan mendapatkanku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun." (QS. Al-Kahfi: 69)
Khidir berkata kepada Musa 'alaihissalam:

فَإِن اتَّبَعْتَنِي فَلاَ تَسْئَلْنِي عَن شَىْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا {70}
” Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tetang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu." (QS. Al-Kahfi: 70)
Maka, berjalanlah keduanya. Mereka berdua berjalan menelusuri pantai, hingga akhirnya mereka melewati sebuah perahu. Lalu, keduanya memintanya agar pemiliknya mau mengantarnya. Mereka mengetahui bahwa orang itu adalah Khidir. Karena itu, mereka membawa keduanya tanpa upah. Ketika keduanya menaiki perahu itu Musa 'alaihissalam'alaihissalam berkata: merasa terkejut karena Khidir melubangi perahu tersebut. Musa

… لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا {71} قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِىَ صَبْرًا {72} قَالَ لاَتُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلاَتُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا {37}
” Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya" Sesungguhnya kamu telah berbuat kesalahan yang besar. Dia (Khidhr) berkata:"Bukankah aku telah berkata:"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku" Musa berkata:"Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku." (QS. Al-Kahfi: 71-73) 

(Sumber: Kisah Shahih Para Nabi, Syaikh Salim al-Hilali hafizhahullah, edisi Indonesia. Pustaka Imam asy-Syafi’i hal 241-248 dengan sedikit perubahan